Revitalisasi Karya Budaya Gotong Sisig
Setiap daerah memiliki seni tradisionalnya masing-masing, baik seni tradisi atau seni yang sudah mengalami perkembangan salah satu kesenian tradisional khususnya di daerah Kota Sukabumi, Jawa Barat, yang harus tetap dipelihara dan dilestarikan keberadaannya adalah Tari Gotong Sisig. Tari Gotong Sisig adalah kesenian yang ada di kalangan rakyat biasa, seni Gotong Sisig ini lahir di sebuah Kampung yang bernama Kampung Tegallega yang berada di Kelurahan Cikundul, Kecamatan Lembursitu, Kota Sukabumi. Tari Gotong Sisig diciptakan oleh seorang pejuang pada zaman Belanda yang bernama Abah Daden, Abah Daden mempunyai banyak anak buah yang mempunyai kemampuan Pencak Silat (MAENPO), dalam pertunjukan Gotong Sisig anak buah Abah Daden sering menampilkan berbagai macam atraksi seperti adu bincurang, adu joggol, atraksi memainkan pakarang (alat) seperti golok, pisau, belati, dan lain-lain. Abah Daden terkenal mempunyai ilmu kanuragan yang sangat tinggi dan mempunyai kegemaran yaitu ngalemar atau nyisig, sehingga Abah Daden disebut juga sebagai Abah Sisig, dengan menggunakan Sisignya Abah Daden dapat menyembuhkan berbagai penyakit, memelet wanita, dan sebagai Cap dalam mengirim surat untuk Belanda.
Tarian
ini diciptakan bermula untuk menutupi gerak juang beliau dari pemerintahan
Belanda. Padahal Pentas Seni Gotong Sisig hanyalah muslihat sebagai media
menutupi gerak perjuangan beliau untuk menaklukkan Belanda. Pada zaman ini
kondisi desa yang dijajah oleh Bangsa Belanda tidak memiliki tempat-tempat yang
dibutuhkan warga seperti rumah sakit, bahkan tenaga medis pun tidak ada untuk
menangani masyarakat yang mengalami luka-luka akibat peperangan dengan Bangsa
Belanda. Abah Daden sangat terkenal, karena beliau sangat sakti dan mempunyai
ilmu kanuragan yang cukup tinggi, masyarakat pada zaman itu percaya dengan
kemampuan Abah Daden, karena terbukti bahwa beliau dapat menyembuhkan orang
yang sakit akibat peperangan pada saat itu, bahkan orang Belanda pun sudah
mengetahui tentang kesaktian yang dimiliki Abah Sisig serta kepintarannya dalam
berkesenian. (Wawancara 22 November 2015)
Dalam
pentas Seni Gotong Sisig terdapat beberapa sajian lain yang dilakukan oleh para
anak buah Abah Daden seperti pentas Adu
Bincurang, Adu Jogol, dan Aktraksi keahlian memainkan Pakarang (alat) seperti golok, pisau, tongkat, dan belati. Setiap
aktraksi yang dilakukan merupakan hiburan semata, namun cukup berbahaya dan
memang dilakukan oleh para pendekar yang sudah memiliki keahlian khusus, namun
terkadang sering terjadi cidera pada para pendekar yang melakukan aktraksi
tersebut. Disini Abah Daden yang dikenal mempunyai kesaktian sering menggunakan
Sisignya untuk menyembuhkan para pendekar tersebut. Setelah beberapa atraksi yang
ditampilkan pementasan, kesenian ini dibuka dengan tarian Nyiru, Penari Nyiru ini
biasanya ada 6 orang dengan busana seperti ibu-ibu petani pada masa itu. Penari
Nyiru ini berperan membawa Nyiru yang
berisikan makanan hasil tanaman seperti umbi-umbian, pisang, dan makanan rakyat
yang seadanya untuk disuguhkan kepada para penonton yang menyaksikan pementasan
ini.
Pada
saat tari Gotong Sisig ada penari yang diperankan oleh laki-laki melakukan
gerakan-gerakan Pencak Silat, setelah itu para penari ini memakai gotongan yaitu sebatang bambu
panjangnya sekitar 2 Meter, bila bambu diolesi oleh Sisignya Abah Daden, maka
bambu yang semula terasa ringan menjadi terasa berat, sampai penari yang
menggotong bambu tersebut kelelahan dan tidak kuat memegang bambu, namun saat Sisig Abah Daden kembali dioleskan ke bambu gotongan tersebut,
maka bambu ringan seperti semula. Kesaktian dan kelebihan dari Abah Daden,
selain dapat menyembuhkan berbagai penyakit, bisa digunakan sebagai pemberat
dan dapat dikembalikan seperti semula pada bambu dalam pentas Tari Gotong
Sisig, maka Sisig Abah Daden pun bisa
dijadikan Cap untuk mengirim surat untuk para pejuang yang lain karena Abah
Daden sangat disegani, surat yang dikirimkan sebagai tanda resmi suatu siasat
perjuangan pada saat itu.
Abah
Daden wafat pada tahun 1946, perjuangan dalam berkesenian dilanjutkan oleh
saudaranya yaitu Abah Ali yang ketika Abah Daden masih hidup, Abah Ali adalah
pemain Kendang. Abah Ali sebagai generasi kedua yang ikut melestarikan kesenian
ini, pada zaman Abah Ali di Desa Tegallega sudah tidak lagi dijajah oleh
Belanda, bahkan Indonesia telah merdeka pada tahun 1945. Tari Gotong Sisig pada
zaman Abah Ali tetap dijadikan sarana hiburan bagi masyarakat sekitar, tarian
ini pun terkadang dilakukan saat rakyat sedang mengalami panen padi atau
sengaja diundang untuk menghibur. Zaman
yang sudah berbeda dan Abah Ali tidak memiliki kesaktian seperti yang dimiliki
Abah Sisig, maka pentas seni Gotong Sisig pun mempunyai sajian yang berbeda,
pada awalnya terdapat berbagai macam atraksi, maka hal itu tidak dilakukan
karena pertimbangan satu dan lain hal. Pembukaan pada Pentas Tari Gotong Sisig
tetap dengan penari Nyiru, karena
melambangkan hasil panen yang berlimpah yang didapat oleh masyarakat ataupun
penari Nyiru yang berperan sebagai
pembawa suguhan makanan untuk para penonton yang menyaksikan pentas seni ini.
Pada
pementasan seni Gotong Sisig terkadang selain dibuka dengan datangnya penari Nyiru, dapat dibuka dengan tarian-tarian
berupa sisindiran dengan penari-penari berpenampilan lucu, seperti seorang
laki-laki memakai baju wanita atau sebaliknya. Sebelum dilakukannya penampilan
Tari Gotong Sisig, Abah Ali seringkali melakukan ritual agar dapat membuat
bambu yang digunakan menjadi berat dengan simbolis Sisig yang dioleskan pada bambu seperti halnya yang dilakukan Abah
Daden dahulu, Abah Ali melakukan ritual terlebih dahulu dengan menyiapkan air
bersih dalam kendi lalu diberikan doa-doa, air ini digunakan untuk ngabura atau disemburkan kepada penari
Gotong Sisig saat atraksi untuk mengembalikan bambu agar ringan seperti semula.
Tari Gotong Sisig tetap ditarikan oleh dua orang laki-laki dengan menggunakan
bambu sepanjang 2 Meter dengan sebelumnya menampilkan gerakan-gerakan Pencak
Silat lalu menggotong bambu dan terjadinya simbolis yang dilakukan Abah Ali
yaitu mengoleskan Sisig, bambu yang
digunakan para penari menjadi berat dan sulit dikendalikan, namun setelah Abah
Ali ngaburakeun air kepada penari
Gotong Sisig atau menyemburkan air yang telah diritualkan pada sebelum
pertunjukan, maka bambu menjadi kembali ringan seperti semula.
Setelah
Abah Ali wafat pada saat ini, tari Gotong Sisig masih dipelajari dan
dilestarikan di salah satu sanggar yaitu Sanggar Rancage dari tahun 1998 di
Kota Sukabumi. Cucu Karmana merupakan orang yang berperan penting di sanggar
Rancage tersebut, beliau merupakan generasi ketiga. Pada zaman ini ilmu magis
kadang sukar untuk dipercaya karena zaman yang sudah semakin maju, juga
masuknya ilmu pengetahuan dan teknologi. Pentas Seni Tari Gotong Sisig dulu dan
sekarang sudah berbeda dalam bentuk garapan maupun artistiknya, saat ini
kesaktian dan kekebalan bukan lagi jadi keutamaan hidup. Ilmu pelet bukan lagi
tujuan untuk menaklukan seseorang, baik pria maupun wanita. Tapi tingkah dan
laku juga perilaku hidup yang mempengaruhi sikap manusia. Jika diartikan Sisig pada saat ini adalah Sisig merupakan lembaran sirih yang
terasa hangat bila dimakan dicampurkan dengan rempah yang lain seperti
tembakau, kapur sirih, kapol, daun saga jika dimakan dan dikunyah mengeluarkan
warna merah yang berfungsi untuk menguatkan gigi, serta baik bagi pernafasan
dan tenggorokan.
Tari
Gotong Sisig pada saat ini telah dikemas dengan menarik oleh aki Cucu
tergantung konsep yang dibawakan dan diusung. Tarian ini digunakan sebagai
sarana hiburan dan bahkan sering ditampilkan pada acara-acara khusus tergantung
permintaan. Tari Gotong Sisig ini selain digarap Aki Cucu dalam bentuk pentas
tari, pernah dipentaskan juga dalam bentuk teater di Samudra Beach Hotel
Pelabuhan Ratu yang menceritakan Abah Sisig yang menciptakan tarian ini. Tari
Gotong Sisig ini oleh Aki Cucu pernah
ditampilkan kembali pada saat parade Asia Afrika di Bandung pada tahun 2015
dengan tampilan yang berbeda, pada sajian awal menampilkan 9 lengser yang menggambarkan
9 wali dan penari Gotong Sisig pun terdapat 8 orang dengan menggunakan 2 buah
bambu, ritual tetap dilakukan untuk membuat bambu tersebut berat dengan
penyimbolan mengoleskan Sisig pada
bambu, dan bambu itu akan kembali ringan ketika Aki Cucu Ngaburakeun air atau menyemburkan air yang sudah diritualkan pada
sebelum pertunjukan kepada penari Gotong Sisig, maka bambu akan kembali seperti
semula. Bambu tersebut berat bukan karena rekayasa penarinya akan tetapi karena
ritual yang dilakukan.
Merujuk
pada kutipan di atas, permasalahan yang dapat diangkat dalam tari Gotong Sisig
ini, dapat dikatakan bahwa sebuah tradisi dapat berubah ketika berada dalam
genggaman orang-orang yang menerimanya, serta perbedaan zaman pun mempengaruhi
struktur pada sebuah tarian, koreografer
tari Gotong Sisig merupakan pembuat karya tari maupun teater yang kreatif yang
memiliki ide dan gagasan yang dipakai sangat menarik, walaupun Tari Gotong
Sisig dahulu pada zaman Abah Daden berfungsi sebagai rangkaian untuk mengelabui
Belanda dan sebagai hiburan masyarakat, pada zaman Abah Ali Tari Gotong sisig
berfungsi sebagai acara untuk menyambut panen padi dan juga sarana hiburan,
tetapi Cucu Karmana dengan apiknya serta kreatif dan inovatif dapat memberikan
warna baru juga kesan yang lebih dinamis.
Dalam perkembangan kehidupan kesenian
khususnya kesenian rakyat tidak dapat berdiri sendiri, sebaiknya menjalin kerja
sama dengan berbagai pihak diantaranya penikmat seni, pencipta seni, dan
lembaga terkait (pemerintahan), karena apabila hal itu terjalin dengan baik
maka berdampak pada kemajuan dan pengembangan seni tradisi di berbagai daerah.
Kesenian tradisional mempunyai ciri
khas tersendiri dari segi fungsi maupun penyajiannya sesuai dengan kondisi
lingkungan sosial masyarakatnya. Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi, seni tradisi selalu mengalami perubahan. Hal itu disebabkan
adanya perubahan selera masyarakat. Peristiwa tersebut merupakan salah satu
indikator dari usaha seniman dalam menciptakan hal-hal yang relevan dengan
semangat zamannya. Dengan adanya kreativitas seniman dengan menciptakan tarian
baru, dengan sendirinya dalam dunia seni telah terjadi perubahan. Disamping
usaha untuk mempertahankan kesenian tradisional, perlu kiranya dilakukan suatu
usaha pengembangan kesenian tradisional, karena dengan kemajuan ilmu dan
teknologi kesenian tradisional pun mengalami perubahan, baik dari segi fungsi,
rias dan busana, gerak dan struktur penyajiannya.
Berdasarkan ungkapan di atas, pada
proses kreativitasnya Aki Cucu berlandaskan pada pengalaman serta pemahaman
yang luas terhadap kesenian tradisi. Bagi Aki Cucu kesenian tradisi adalah
bekal utama dalam proses kreatifitasnya. Aki Cucu melakukan inovasi dalam
setiap karyanya, sehingga tari Gotong Sisig mempunyai struktur yang berbeda
serta gerak yang dikembangkan tanpa mengubah gerakan aslinya hanya menambahkan
beberapa simbolisasi agar lebih estetik lagi.
Dalam proses penciptaan karya seni,
biasanya terdapat beberapa pengaruh hasil dari pengalaman atau melalui apresiasi,
kemudian diolah, sehingga seniman menciptakan karyanya. Bagi Aki Cucu
pengaruh-pengaruh itu sangat disadari, seperti beberapa motif gerak yang
dikembangkan dalam tari Gotong Sisig.
Berbicara mengenai masalah
perkembangan tari Gotong Sisig peneliti akan mencoba mengupas perkembangan tari
Gotong Sisig. Seiring dengan perkembangan tari Gotong Sisig tidak terlepas dari
beberapa faktor pengiringnya, diantaranya faktor pendukung, saat ini kesenian
tradisi telah mengalami perkembangan yang pesat khususnya di Jawa Barat
beberapa sanggar memang masih aktif dalam mengembangkan berbagi budaya lokal
yang ada, dan sebagian besar sanggar lebih memilih materi pembelajaran lain di
sanggarnya seperti tari kreasi baru, serta kurangnya kerjasama dengan Dinas
Kebudayaan setempat. Ada juga faktor penghambat tidak jarang berbagai hambatan
yang merintangi perkembangan. Beberapa hambatan tersebut diidentifikasi
berkaitan dengan masih kurangnya perhatian dan pengayoman pemerintah terhadap
seni tradisi dan kearifan budaya lokal, masih sedikit pencipta atau koreografer
tari yang mengembangkan kesenian yang berasal dari daerahnya agar tetap
dilestarikan, kesadaran orang tua untuk memperkenalkan seni budaya kepada putra
putrinya sejak dini, generasi muda lebih cenderung mempelajari tari-tarian yang
datang dari luar dan dipengaruhi budaya asing.
Posting Komentar